1. Jenis dan Bentuk
Koperasi
A. Jenis Koperasi.
Pada bagian ini saya
akan menguraikan terlebih dahulu mengenai jenis-jenis koperasi, yaitu Menurut
PP No. 60/1959 dan Menurut Teori Klasik. Menurut PP No. 60/1959, jenis koperasi
dibagi menjadi 7 yaitu sebagai berikut :
1. Koperasi Desa.
2. Koperasi Pertanian.
3. Koperasi Peternakan.
4. Koperasi Perikanan.
5. Koperasi
Kerajinan/Industri.
6. Koperasi Simpan
Pinjam.
7. Koperasi Konsumsi.
Sedangkan menurut teori
klasik, jenis koperasi dibagi menjadi 3 yaitu sebagai berikut :
1. Koperasi pemakaian.
2. Koperasi penghasil
atau Koperasi produksi.
3. Koperasi Simpan
Pinjam.
B. Ketentuan Penjenisan
Koperasi.
Ketentuan Penjenisan
Koperasi Sesuai Undang – Undang No. 12 /67 tentang Pokok – pokok Perkoperasian
(pasal 17), adalah sebagai berikut :
1. Penjenisan Koperasi
didasarkan pada kebutuhan dari dan untuk efisiensi suatu golongan dalam
masyarakat yang homogen karena kesamaan aktivitas /kepentingan ekonominya guna
mencapai tujuan bersama anggota-anggotanya.
2. Untuk maksud
efisiensi dan ketertiban, guna kepetingan dan perkembangan Koperasi Indonesia,
di tiap daerah kerja hanya terdapat satu Koperasi yang sejenis dan setingkat.
C. Bentuk Koperasi.
Disini akan diuraikan
mngenai bentuk-bentuk koperasi sesuai dengan PP No.60/1959, sesuai wilayah
administrasi pemerintah, dan koperasi primer – koperasi sekunder.
1. Sesuai PP No.
60/1959.
Ada empat bentuk
koperasi :
a) Koperasi Primer.
b) Koperasi Pusat.
c) Koperasi Gabungan.
d) Koperasi Induk
Dalam hal ini, bentuk
Koperasi masih dikaitkan dengan pembagian wilayah administrasi.
2. Sesuai Wilayah
Administrasi Pemerintah.
Masih mengacu pada PP 60
Tahun 1959, yaitu :
a) Di tiap desa
ditumbuhkan Koperasi Desa.
b) Di tiap Daerah
Tingkat II ditumbuhkan Pusat Koperasi.
c) Di tiap Daerah
Tingkat I ditumbuhkan Gabungan Koperasi.
d) Di Ibu Kota
ditumbuhkan Induk Koperasi.
3. Koperasi Primer –
Koperasi Sekunder.
a) Koperasi Primer,
merupakan Koperasi yang anggota-anggotanya terdiri dari orang -orang.
b) Koperasi Sekunder,
merupakan Koperasi yang anggota-anggotanya adalah organisasi koperasi .
2. Modal
Koperasi
SIMPANAN
Simpanan sebagai istilah
penamaan modal koperasi pertama kali digunakan dalam UU 79 tahun 1958, yaitu UU
koperasi pertama setelah kemerdekaan. Sejak saat itu sampai sekarang modal
koperasi adalah simpanan, berbeda dengan perusahaan pada umumnya yang
menggunakan istilah saham. Mungkin, istilah simpanan muncul karena kuatnya
anjuran untuk menabung, dalam arti memupuk modal bagi rakyat banyak yang
umumnya miskin agar memiliki kemampuan dan mandiri. Bahkan usaha koperasi nomor
satu yang ditentukan UU adalah menggiatkan anggota untuk menyimpan. Mungkin
tidak salah anggapan sementara orang bahwa UU koperasi lebih cocok untuk
Koperasi Simpan Pinjam (KSP). Memupuk modal dengan menyimpan adalah sangat
tepat. Tetapi kerancuan pengertian dan permasalahan timbul ketika istilah
simpanan dibakukan sebagai modal koperasi.
Ada yang berpandangan
bahwa istilah simpanan merupakan ciri khas koperasi Indonesia. Tetapi kekhasan
tersebut tidak akan ada gunanya jika tidak memiliki keunggulan dibanding yang
lain. Malah sebaliknya kekhasan bisa menempatkan koperasi menjadi eksklusif
yang sulit bergaul atau bahkan tersisih dalam pergaulan dunia usaha. Tidak ada
kesan bahwa rumusan ICA Cooperative Identity Statement (ICIS ; 1995)
menempatkan koperasi dalam posisi eksklusif. Koperasi harus berani tampil dalam
lingkungan dunia usaha memperjuangkan kepentingan ekonomi anggota berdampingan
atau bersaing dengan perusahaan lainnya. Apalagi dalam alam perdagangan bebas
dan globalisasi yang tengah berlangsung.
UU sebelumnya, yaitu UU
tahun 1915, 1927, 1933, dan 1949, tidak mengatur permodalan koperasi dan aspek
usaha lainnya. UU tersebut hanya mengatur pengertian dan identitas koperasi,
aspek kelembagaan, dan pengesahan badan hukum oleh pemerintah. Sedang aspek
usaha atau jika koperasi menjalankan kegiatan usaha mengikuti hukum sipil yang
berlaku. Dengan demikian maka istilah yang digunakan untuk modal koperasi
adalah andil atau saham, sama dengan yang dipergunakan oleh perusahaan pada
umumnya. Bung Hatta dalam bukunya pengantar ke Jalan Ekonomi Perusahaan
(1954; hal 124)
menjelaskan pengertian modal perusahaan pada umumnya, juga dianut oleh koperasi
yang berbadan hukum.
Istilah simpanan untuk
modal koperasi digunakan baik untuk ekuitas (modal sendin) maupun modal
pinjaman, sehingga status modal koperasi menjadi tidak jelas. UU tahun 1958,
1965, dan 1967 hanya menjelaskan sumbermodal dan bukan status modal, dengan
menyebut berbagai macam simpanan, termasuk simpanan yang berstatus pinjaman dan
cadangan. UU 25 tahun 1995 menegaskan pembedaan pengertian status modal
koperasi, yaitu modal sendiri dengan modal pinjaman. Tetapi karena istilah yang
digunakan tetap simpanan, maka kerancuan terjadi dalam praktek. Mestinya
istilah simpanan hanya digunakan untuk modal sendiri, yaitu simpanan pokok dan
simpanan wajib yang ditentukan menanggung resiko, dan tidak digunakan untuk
modal yang bersifat pinjaman. Dalam praktek istilah simpanan juga dipergunakan
untuk modal pinjaman, karena istilah itu sudah berlaku umum di lingkungan
koperasi. Di dunia perkoperasian juga dikenal istilah saving atau simpanan,
tetapi artinya sama dengan yang berlaku umum.
Perbedaan istilah,
simpanan untuk koperasi dan saham untuk perusahaan pada umumnya dilihat dari
segi hukum dapat dibenarkan, karena simpanan merupakan ketentuan UU. Masalah
yang timbul dalam praktek di lingkungan dunia usaha, adalah perbedaan
pengertian terhadap istilah simpanan. Ketentuan yang berkaitan dengan saham
tidak berlaku untuk simpanan. Jika ketentuan tersebut memberikan perlakukan
tertentu yang menguntungkan saham, maka simpanan tidak ikut menikmatinya.
Istilah simpanan untuk modal koperasi merupakan pengertian eksklusif koperasi
yang berbeda dengan pengertian umum, yang akhirnya mengungkung dirinya sendiri.
Tulisan ini membahas
modal sendiri koperasi dengan berbagai implikasi dari istilah simpanan, serta
berbagai permasalahan yang berhubungan dengan modal. Acuannya menggunakan UU 25
tahun 1992 yang masih berlaku, yang menentukan bahwa modal sendiri koperasi
terdiri dari simpanan pokok, simpanan wajib, cadangan dan hibah. Penyebutan UU
yang dimaksud adalah UU 25 tahun 1992.
PENGERTIAN
Simpanan. Istilah
simpanan mempunyai konotasi pengertian milik penyimpan, yang berarti modal
pinjaman. Dengan demikian maka simpanan adalah milik anggota koperasi, sehingga
pada hakekatnya koperasi tidak memiliki modal sendiri. Pengertian simpanan pada
umumnya hanya dipergunakan untuk modal pinjaman, seperti ketentuan UU 10 tahun
1998 tentang Perubahan UU 7 tahun 1992 tentang Perbankan dengan rumusan :
simpanan adalah dana yang dipercayakan oleh masyarakat kepada bank berdasarkan
perjanjian penyimpanan dana dalam bentuk Giro, Deposito, Sertifikat Deposito,
Tabungan dan/atau bentuk /ainnya yang dipersamakan dengan itu (Pasal1 butir 5).
Dunia usaha tidak pernah bisa memahami bahwa simpanan koperasi berarti modal
sendiri. Sehubungan dengan itu, UU No. 25 tentang perkoperasian (Pasal 55)
menetapkan bahwa simpanan anggota, simpanan pokok dan simpanan wajib, merupakan
modal yang menanggung resiko. Jika koperasi mengalami kerugian atau dibubarkan
karena sebab tertentu, simpanan tersebut akan dipergunakan untuk menutup
kerugian atau menyelesaikan kewajiban lainnya. Dengan ketentuan seperti itu,
maka simpanan koperasi diartikan sebagai modal sendiri atau dapat disamakan
dengan saham perusahaan. Meskipun pengertian tersebut merupakan contradiction
in terminis karena simpanan koperasi yang berarti milik penyimpan tetapi
ditentukan menanggung resiko sebagai modal sendiri koperasi.
Berbeda dengan saham
perusahaan, yang jelas pengertiannya sebagai modal sendiri perusahaan,
menanggung resiko. Saham bukan lagi menjadi milik pemegang saham, dan tidak
bisa diminta kembali dalam bentuk uang kecuali dijualbelikan. Jika perusahaan
mengalami kerugian atau dibubarkan, saham dikompensasikan dengan kerugian atau
penyelesaian kewajiban akibat pembubaran. Karena pengertiannya sudah jelas dan
dipahami setiap orang, jika saham dipergunakan untuk menutup kerugian atau
nilainya menurun dalam pasar modal, tidak ada pemegang saham yang menuntut
pengembalian sahamnya. Sebaliknya jika koperasl mengalami kerugian atau
dibubarkan dan simpanannya habis untuk itu, anggota tetap menuntut pengembalian
simpanannya. Anggota merasa bahwa simpanan ng tetap menjadi miliknya.
Dana Cadangan. Dana
cadangan diperoleh dan dikumpulkan dari penyisihan sebagian sisa hasil usaha
(SHU) tiap tahun, dengan maksud jika sewaktu-waktu diperlukan untuk menutup
kerugian dan keperluan memupuk permodalan. Posisi dana cadangan dalam sisi
pasiva menunjukkan bahwa jika terjadi kerugian dengan sendirinya akan
terkompensasi dengan dana cadangan, dan apabila tidak mencukupi ditambah
dengan.simpanan. Dapat dimengerti adanya ketentuan dalam hukum dagang bahwa
jika kerugian suatu perusahaan mencapai lebih dari setengah modalnya wajib
diumumkan. Karena modal perusahaan sudah berkurang dan beresiko.
Pemupukan dana cadangan
koperasi dilakukan secara terus-menerus berdasar prosentase tertentu dari SHU,
sehingga bertambah setiap tahun tanpa batas. Jika koperasi menerima fasilitas
pemerintah, ditentukan bahwa prosentasi penyisihan dana cadangan semakin besar.
Dana cadangan sering lebih besar jumlahnya dibanding simpanan anggota. Apabila
dana cadangan menjadi sangat besar dan simpanan anggota tetap kecil, maka
koperasi tidak ubahnya seperti perusahaan bersama atau mutual company
(onderling; perusahaan tanpa pemilik). Ada yang berpendapat bahwa memang mutual
company merupakan bentuk akhir dari koperasi, yang tentu bukan menjadi
tujuannya. Dilihat dari tujuan dana cadangan untuk menutup kerugian, jumlah
dana cadangan dapat dibatasi sampai jumlah tertentu sesuai keperluan. Misalnya
disusun sampai mencapai sekurang-kurangnya seperlima dari jumlah modal
koperasi. Sebelum mencapai jumlah tersebut penggunaannya dibatasi hanya untuk
menutup kerugian. Setelah tercapai jumlah tersebut dapat ditambah sesuai dengan
kepentingan koperasi.
Ada pendapat di kalangan
koperasi bahwa dana cadangan merupakan modal sosial, bukan milik anggota dan
tidak boleh dibagikan kepada anggota sekalipun dalam keadaan koperasi
dibubarkan. Sebenarnya tidak tepat ada larangan penggunaan dana cadangan
termasuk untuk dibagikan kepada anggota, sepanjang tidak melanggar batas
minimumnya. Misalnya pada saat koperasi mengalami kerugian dalam tahun buku
tertentu, tetapi ingin membagikan SHU kepada anggota dengan pertimbangan tidak
merugikan usaha koperasi dan melanggar ketentuan tentang dana cadangan.
Hibah. Hibah adalah
pemberian yang diterima koperasi dari pihak lain, berupa uang atau barang.
Hibah muncul sebagai komponen modal sendiri disebabkan karena pengalaman banyak
koperasi menerima hibah, terutama dari pemerintah. Maksud ketentuan hibah dalam
UU adalah agar koperasi dapat memeliharanya dengan baik dan dicatat dalam
neraca pos modal sendiri. Koperasi yang menerima hibah harta tetap seperti
peralatan atau mesin diwajibkan melakukan penyusutan, sehingga pada saatnya
koperasi dapat membeli yang baru. Ketentuan tersebut dianggap berlebihan,
karena hibah seharusnya ditentukan oleh perjanjian antara penerima dan pemberi
hibah, termasuk persyaratan yang disepakati. Status dan perlakukan akuntansi
disesuaikan dengan perjanjian tersebut. Karena hibah merupakan kejadian biasa
yang sering terjadi dalam dunia usaha, dan untuk waktu mendatang mungkin tidak
banyak lagi, maka ketentuan tentang hibah seharusnya tidak perlu dicantumkan
dalam UU. Hibah yang diterima koperasi cukup diatur dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku. Hibah yang diterima koperasi memang harus
disyukuri, tetapi terkesan bahwa koperasi bermental peminta-minta hibah dan
seharusnya dihindarkan.
.KEDUDUKAN MODAL DALAM
KOPERASI
Anggota koperasi sebagai
kumpulan orang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan ekonomi melalui usaha
koperasi, dengan pengertian anggota sebagai pemilik dan sekaligus pengguna jasa
koperasi (UU Pasal 17). Koperasi adalah perusahaan yang berorientasi kepada
pengguna jasa atau user oriented firm (UOF). Koperasi bukan kumpulan modal atau
perusahaan yang berorientasi kepada investor atau investor oriented firm (IOF).
Modal merupakan unsur penting dalam menjalankan usaha, tetapi jika koperasi
mengandalkan kekuatan modal seperti pesaingnya, maka koperasi tidak akan mampu
menandinginya. Jika koperasi menggunakan cara lawannya, maka koperasi akan
menghadapi pergulatan tanpa akhir (never ending struggle) untuk memiliki modal
yang mencukupi. Modal utama koperasi adalah orang atau anggotanya yang bersedia
menyatukan usahanya melalui kegiatan koperasi.
Cara paling konvensional
yang dianut koperasi dalam berusaha adalah pooling, yaitu pembelian atau
penjualan bersama. Pembelian bersama dilakukan oleh koperasi konsumen yang
anggotanya memerlukan barang konsumsi. Sedang penjualan bersama diperlukan oleh
koperasi produsen yang anggotanya memerlukan penjualan barang yang diproduksi
dan atau pembelian bersama sarana produksi. Meskipun modal tetap diperlukan,
tetapi dengan pooling kebutuhan modal dapat ditekan serendah mungkin
(minimized), karena tidak ada transaksi jual-beli antara koperasi dengan
anggotanya. Koperasi memperoleh komisi pembelian atau penjualan bersama, yang
berarti koperasi bekerja atas dasar anggaran atau operation at cost. Dalam hal
ini bukan perhitungan untung-rugi yang digunakan, tetapi SHU atau surplus
akibat efisiensi. Contoh pooling yang sampai sekarang tetap berjalan adalah
penjualan susu (milk) yang dilakukan oleh koperasi di lingkungan Gabungan
Koperasi Susu Indonesia (GKSI) kepada Industri Pengolahan Susu (IPS), dan
penjualan Tandan Buah Segar (TBS) kelapa sawit oleh koperasi sawit kepada
industri pengolahan minyak. Cara pooling memberikan alasan yang paling kuat
bagi koperasi untuk memperoleh keringanan pajak penghasilan (income tax),
karena tidak ada transaksi jual-beli antara koperasi dengan anggota
Masalah biasanya muncul
ketika koperasi memasuki proses bisnis yang lebih rumit seperti bergerak dalam
usaha pengolahan atau manufaktur, sehingga cara pooling menjadi kurang praktis.
Pengumpulan bahan baku dari anggota dilakukan berdasar transaksi jual-beli,
Perhitungannya berdasar untung-rugi dengan perolehan keuntungan (laba) dan
bukan surplus, Dalam cara ini insentif kepada anggota tetap dapat diberikan
melalui harga pembelian yang tinggi sesuai perhitungan harga jual produk akhir
(active price policy) disamping pembagian keuntungan setiap tahun (deviden).
Disamping itu, usaha
koperasi lain yang berkaitan dengan pemupukan modal anggota adalah kegiatan
simpan pinjam yang dilakukan oleh KSP atau credit unions.
KEBUTUHAN MODAL KOPERASI
Koperasi ataupun
perusahaan pada umumnya memerlukan modal dalam jumlah dan peristiwa tertentu
sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan usahanya, yaitu (1) pada waktu
didirikan dan hendak memulai usaha koperasi memerlukan modal dalam jumlah
minimum tertentu, (2) pada waktu melakukan perluasan usaha memerlukan tambahan
modal, dan (3) pada waktu mengalami kesulitan yang hanya dapat diatasi dengan
menambah modal. Perusahaan pada umumnya memiliki mekanisme untuk mengatasi
permodalan dengan saham, yaitu ada ketentuan tentang minimu,m modal saat
didirikan dalam bentuk modal dasar, modal ditempatkan dan modal disetor.
Mekanisme penambahan modal dilakukan dengan mengeluarkan saham baru.
Mekanisme dan cara
penghimpunan modal pada koperasi tidak sama dengan cara penghimpunan modal pada
perusahaan secara umum. Pada koperasi ketentuan yang mengharuskan adanya
minimum modal pada waktu didirikan tidak ada, kecuali untuk KSP dan Unit Simpan
Pinjam (USP). Adanya ketentuan seperti itu tidak menggembirakan dan banyak
ditentang oleh kalangan KSP dan USP, .karena dianggap memberatkan. Kebiasaan
penghimpunan simpanan berangsur secara berkala menyulitkan mekanisme penambahan
modal yang diperlukan pada waktu tertentu. Simpanan pokok merupakan syarat
keanggotaan yang dibayar waktu masuk menjadi anggota, yang umumnya dalam jumlah
kecil. Simpanan wajfb dibayar secara berkala, bulanan atau musiman, memakan
waktu lama untuk mencapai jumlah tertentu. Selain itu juga disebabkan karena
umumnya anggota koperasi tidak mempunyai kemampuan untuk menyimpan dalam jumlah
yang besar. Penambahan modal untuk keperluan perluasan usaha sulit dilakukan.
Salah satu contoh kesulitan koperasi untuk menambah modal untuk menyelesaikan
kesulitan yang hanya dapat dilakukan dengan penambahan modal adalah Bank
Bukopin ketika masih berstatus badan hukum koperasi. Beberapa waktu yang lalu
Bank Bukopin mengalami kesulitan dalam usahanya, dan bisa bangkrut jika tidak
ditambah modal. Anggota tidak mampu menambah modal, sedang tambahan modal dari
bukan anggota tidak dimungkinkan dalam bentuk simpanan. Karena alternatif yang
dipilih adalah Bank Bukopin harus tetap hidup, maka diubah badan hukumnya
menjadi perseroan terbatas (PT), yang memungkinkan pihak lain dapat membeli
saham. Prosentasi saham milik koperasi menjadi sangat kecil. Kini kalangan
koperasi tidak suka dengan perubahan badan hukum Bank Bukopin dan ingin
mengembalikan menjadi berstatus badan hukum koperasi, jika dimungkinkan.
3. Evaluasi Keberhasilan
Koperasi Dilihat dari Sisi Anggota
A. Efek-efek Ekonomis
Koperasi
Salah satu hubungan
penting yang harus dilakukan koperasi adalah dengan para anggotanya, yang
kedudukannya sebagai pemilik sekaligus pengguna jasa koperasi. Motivasi ekonomi
anggota sebagai pemilik akan mempersoalkan dana (simpanan-simpanan) yang telah
diserahkannya, apakah menguntungkan atau tidak. Sedangkan anggota sebagai
pengguna akan mempersoalan kontinuitas pengadaan kebutuhan barang dan jasa,
menguntungkan atau tidaknya pelayanan koperasi dibandingkan penjual atau
pembeli di luar koperasi.
Pada dasarnya anggota
akan berpartisipasi dalam kegiatan pelayanan perusahaan koperasi:
Jika kegiatan tersebut
sesuai dengan kebutuhan
Jika pelayanan tersebut
ditawarkan dengan harga, mutu atau syarat-syarat yang lebih menguntungkan
dibanding yang diperolehnya dari pihak-pihak lain di luar koperasi
B. Efek Harga dan Efeh
Biaya
Partisipasi anggota
menentukan keberhasilan koperasi. Sedangkan tingkat partisipasi anggota
dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu besarnya nilai manfaat peayanan koperasi
secara utilitarian maupun normatif. Motivasi utilitaria sejalan dengan
kemanfaatan ekonomis. Kemanfaatan ekonomis yang dimaksud adalah insentif berupa
pelayanan barang-jasa oleh perusahaan koperasi yang efisien, atau adanya
pengurangan biaya dan atau diperolehnya harga yang menguntungkan serta
penerimaan bagian dari keuntungan (SHU) baik secara tunai maupun dalam bentuk
barang.
Bila dilihat dari
peranan anggota dalam koperasi yang begitu dominan, maka setiap harga yang
ditetapkan koperasi harus dibedakan antara harga untuk anggota dengan harga
untuk non anggota. Perbedaan ini mengharuskan daya analisis yang lebih tajam
dalam melihat peranan koperasi dalam pasar yang bersaing.
C. Analisis Hubungan
Efek Ekonomis dan Keberhasilan Koperasi
Dalam badan usaha
koperasi, laba bukanlah satu-satunya yang dikejar oleh manajemen, melainkan
aspek pelayanan (benefit oriented). Di tinjau dari konsep koperasi, fungsi laba
bagi koperasi tergantung pada besar kecilnya partisipasi ataupun transaksi
anggota dengan kopersinya. Semakin tinggi partisipasi anggota, maka idealnya
semakin tinggi manfaat yang diterima oleh anggota.
Keberhasilan koperasi
ditentukan oleh salah satu faktornya adalah partisipasi anggota dan partisipasi
anggota sangat berhubungan erat dengan efek ekonomis koperasi yaitu manfaat
yang didapat oleh anggota tersebut.
D. Penyajian dan
Analisis Neraca Pelayanan
Disebabkan oleh
perubahan kebutuhan dari para anggota dan perubahan lingkungan koperasi,
terutama tantangan-tantangan kompetitif, pelayanan koperasi terhadap anggota
harus secara kontinyu di sesuaikan
Ada dua faktor utama yang
mengharuskan koperasi meningkatkan pelayanan kepada anggotanya, yaitu:
Adanya tekanan
persaingan dari anggota lain (terutama organisasi non koperasi)
Perubahan kebutuhan
manusia sebagai akibat perubahan waktu dan peradaban. Perubahan kebutuhan ini
akan menentukan kebutuhan pola kebutuhan anggota dalam mengkonsumsi
produk-produk yang ditawarkan koperasi
Bila koperasi mampu
memberikan pelayanan yang sesuai dengan kebutuhan anggota yang lebih besar dari
pada pesaingnya, maka tingkat partisipasi anggota terhadap koperasinya akan
meningkat. Untuk meningkatkan peayanan, koperasi membutuhkan
informasi-informasi yang datang terutama dari anggota koperasi.
Sumber :